Mengajar
Serasa Jualan Jamu, Apaan Tuh?
Seiring
dengan perkembangan jaman, yang maju dengan pesat, akhir-akhir ini banyak
bermunculan jualan online apalagi offline. Berbagai cara dilakukan untuk
menarik pembeli alias costumer agar membeli barang dagangan para
penjual. Mereka bertarung untuk mendapatkan untung yang berlipat ganda.
Berbagai cara mereka lakukan. Bahkan mereka tak segan melakukan kecurangan demi
melimpahnya rupiah yang mereka raup.
Untuk
menghadapi masalah kecurangan yang ada, perlu kiranya pembeli memahami
sejatinya produk yang mereka pilih untuk dipakai maupun dikonsumsi. Kepiawaian
memilih produk bisa diperoleh dari pengalaman belajar di sekolah. Dari mata
Pelajaran Bahasa Inggris lah mereka mendapat pengalaman itu. Koq bisa ya?
Tentu
saja bisa. Bahasa Inggris, setingkat SMP, sebagai satu-satunya mata pelajaran
yang mengajarkan bagaimana membaca dan memahami label dari sebuah produk. Baik
itu produk makanan, minuman, obat-obatan, bahkan jamu herbal sekalipun. Dalam buku
Bahasa Inggris Think Globally Act Locally kelas IX Cetakan ke-2, 2018
(Edisi Revisi) pada Chapter III: Be Healthy Be Happy Semester I memuat
materi tentang label. Label tentang obat, makanan dan minuman.
Nah,
dalam buku ini disuguhkan beberapa contoh label. Para peserta didik hampir
semuanya tidak mengenal produk di label yang ada di buku ini. Mereka belajar
tentang struktur umum dari sebuah label obat, makanan, dan minuman. Mereka
memahami dan menyadari betapa pentingnya mempelajari label dari sebuah produk.
Dengan ujuan agar bisa memilih produk sekali gus menghindari efek samping yang
membahayakan.
Masalah
yang timbul dari keadaan kelas dalam pembelajaran ini adalah bagaimana mereka
menerapkan pengetahuannya di realita kesehariannya. Kesulitan membaca label
akan berakibat salah memilih produk. Kesalahan akan berakibat fatal ketika
produk itu mengandung bahan yang tidak halal, khusus bagi muslim. Bagi yang non
muslim tentu no problemo.
Untuk
mengatasi kesulitan dalam membaca label, maka perlu adanya media pembelajaran. Penggunaan
media pembelajaran yang sesuai akan mempermudah proses pemahaman peserta didik.
Menurut reporter Afifah Cinthia Pasha dalam kanal Liputan6.com, Jakarta
yang diupload pada tanggal 16 Januari 2019, 20:08 WIB, melaporkan 16 Macam
Macam Media Pembelajaran Sederhana, Siswa Jadi Betah Belajar. Salah satu
media yang disebutkan adalah media Relia.
Media
relia yang dimaksud adalah media yang berupa benda nyata. Dalam hal ini media
yang dihadirkan di depan kelas berupa label asli dari berbagai macam produk
yang telah dipakai dalam keseharian penulis. Memungut dan mengumpulkan semua
jenis produk dari obat, vitamin, makanan, minuman, pasta gigi, sabun mandi dan
produk perawatan kulit lainnya.
Dengan
niat yang tulus, agar peserta didik mampu membaca label dengan benar, penulis
membawa sekantong besar bungkus atau label produk yang ada di rumah. Setelah
peserta didik membaca dan memehami materi yang ada di buku teks mereka,
kemudian penulis meminta peserta didik untuk mengambil satu label untuk
dianalisa. Setelah itu, mereka melengkapi tabel dengan data-data yang ada di
label realia.
Peserta
didik ‘gethu’ menulis apa yang mereka tahu, dan sesekali bertanya jika ada yang
tidak dipahami. Mereka asyik mentranslate label yang mereka peroleh.
Jika labelnya berbahasa Indonesia maka mereka menterjemahkannya dalam Bahasa
Inggris. Begitu juga sebaliknya, jika yang diperoleh label berbahasa Inggris
mereka sibuk menterjemahkannya dalam Bahasa Indonesia agar tidak salah
memasukkan data pada tabel yang tersedia.
Keasyikan
mereka dalam mengerjakan task demi task hingga tak terasa waktu
berlalu dengan cepat. Belajar dengan metode penggunaan media inilah yang
membuat peserta didik jadi betah belajar seperti judul pada kanal Liputan6.com,
Jakarta edisi Januari 2019 yang lalu. Ini salah satu tujuan menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan. Bukan sebaliknya.
Sementara
itu, dari sisi guru, persiapan mengajar dengan mengumpulkan label bekas
(obat-obatan, makanan, minuman, perawatan tubuh, dan skincare) yang dipakai
sehari-hari dilakukan dengan sepenuh hati. Dengan niat yang tulus agar
pembelajaran berjalan dengan lancar dan menyenangkan. Ide pengumpulannya pun muncul
ketika terbersit pikiran mau membuang barang tersebut. Akhirnya, mak cling,
aha, kenapa harus dibuang? Kan bisa untuk media pembelajaran.
Dengan
wajah sumringah membawa sekantongan besar label yang ada dari rumah. Tak peduli
celoteh teman yang mengatakan layaknya seorang penjual jamu. Tak akan
menggoyahkan niat. Senyum-senyum simpul tersungging di bibir yang tak merekah
lagi. The show must go on. Itu saja. Sebetulnya browsing di google lebih
mudah. Akan tetapi, saya lebih sreg ketika anak-anak melihat dan memegang
secara langsung label-label itu.
Pengalaman langsung saat berproses akan lama masa mengingatnya di memori otak mereka. Jadi kenapa harus takut atau risih bila dikatakan Mengajar Serasa Jualan Jamu, Apaan Tuh? Tidak percaya. Silakan mencoba.
Kebonsari,
15 September 2023
Semangat menebar ilmu dan kebaikan dengan mengajar.
BalasHapusMatur nuwun Bu Kanjeng... penyemangatku dalam menulis...mohon bimbingannya nggih...
HapusPembelajaran tak semata mengelola kelas agar siswa asyik belajar. Menebar budi pekerti kejujuran pada siswa sehingga tumbuh kembang dengan subur adalah hakikinya pembelajaran yang memerdekakan. ....
BalasHapusNarasi pengalaman ptofrsional disajikan dengan apik lagi cantik. Salam sehat dan bahagia senantiasa bersama Keluarga tercinta ....
Aamiin...matur nuwun sanget...mugi Allah paring keberkahan...
Hapus
BalasHapusMantab itu namanya pembelajaran Contrkrual bukan teori yg akan menancap pada memory dan tersimpan lama. Lanjut
Matur nuwun Cak Inin... mugi saget dados buku malih...
HapusMantab. Menurut saya, antara guru dan penjual jamu itu banyak kesamaan. Satu diantaranya adalah "sama-sama memberi kebermanaatan" untuk kesehatan jasmani/fisik (oleh penjual jamu) dan kesehatan jasmani, ruhani, dan sejenisnya (oleh guru). Barakallah atas sharing ilmu dan pengalamannya.
BalasHapus