Duka Bertubi tubi di Masa Pandemi

 Oleh: Sri Rahayu

 

“Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).” (QS. Yunus: 49)

 

Sungguh Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya. Firman Allah tentang kematian. Kematian merupakan salah satu kejadian yang hampir semua orang ketakutan saat menghadapinya. Begitu juga dampak dari matinya seseorang. Apalagi kalau orang itu berperan sebagai seorang ibu atau ayah bagi anak-anaknya.

 

Anak yang belum dewasa dan belum matang segi keimanannya akan merasa sangat bersedih. Beda jika anak tersebut belum mengerti apa-apa alias masih kecil, akan lebih bisa beradaptasi dengan cepat. Benarkah?

 

Alkisah, ada salah satu siswa saya di SMPN 55 Surabaya, sejak kelas VII sudah tampak ada sedikit masalah dengan kepribadiannya. Dan tidak perlu saya jabarkan di sini. Yang menarik dan menguras air mata adalah cerita hidupnya di masa pandemi ini.

 

Pandemi covid-19 mengharuskan sekolah dari rumah. Hal ini pula yang membuat jarak antara guru dan siswa. Jarak silaturahmi yang seharusnya terjalin antara kami. Sehingga agak mengurangi kedekatan emosional seperti yang seharusnya. Hingga terwartakan berita duka atas meninggalnya ibu siswa ini pada bulan Oktober tahun lalu (2020).



                                      Foto bersama wali kelas si kakak (dokumen dari walas)


Siswa ini duduk di tingkat akhir. saya sengaja tidak menyebutkan nama siswa ini dengan tujuan untuk menjaga agar tidak memperberat dampak psikologis yang sudah dialaminya. Dengan meninggalnya ibunya, dia akhirnya hidup dengan ayah dan dua adik kandung yang semuanya laki-laki. Bisa dibayangkan tinggal serumah, laki-laki semua. Siswa ini anak pertama, adiknya kelas 3, dan si bungsu baru TK B. Keriuhan dan kericuhan pasti terjadi.

 

Ada rencana dari si ayah untuk menjual rumah yang ditinggali di sebuah perumahan di kabupaten Sidoarjo. Dengan tujuan akan pulang kampung. Hal ini diutarakan pada  perwakilan dari sekolah saat takziyah. Rencana tinggal rencana, Allah sang Maha Pengatur berkehendak lain. Allah lebih senang memanggil sang ayah ke haribaan-Nya pada hari Jumat 22 Januari 2021 Pukul 06.05 WIB. Dari sinilah awal kisah sedih yang mengharu biru berlanjut.

 

Bertubi-tubinya kehilangan orang-orang terkasih membuat si kakak semakin menjadi-jadi sifat pendiamnya. Di balik kependiamannya masih sempat berkisah apa yang sebenarnya terjadi saat guru perwakilan sekolah (wali kelas) takziyah untuk yang kedua kali di tempat yang sama.

 

Hari itu usai memasak makanan untuk ketiga buah hatinya si ayah tidur. Mafhum di usianya yang mencapai 60 tahun harus mengurus anak-anaknya sendirian, masih kecil-kecil dan laki-laki semua, pasti kelelahan. Tentu tidak ringan beban yang ditanggungnya. Di dalam tidurnya pagi itu rupanya merupakan tidur untuk selamanya. Tidur panjang yang menghantarkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir.

 

Betapa kaget dan bingungnya ketiga kakak beradik ini, mereka menangis sejadi-jadinya. Tetangga kanan kiri tidak ada yang tahu. Mereka menganggap hal biasa kalau mereka menangis karena biasanya juga begitu. Hingga saat si kakak sadar dia lalu lari keluar rumah untuk meminta bantuan tetangga.

 

Dengan dibantu tetangga dan sebagian kerabatnya, proses perawatan jenazah hingga pemakaman berjalan seperti biasa. Yang tidak biasa adalah pembiaran ketiga anak yatim piatu ini. Mengapa pembiaran? Karena ternyata ketiganya dititipkan ke panti wreda yang berdekatan dengan rumah tinggal mereka. Proses penitipannya pun legal, ada hitam di atas putih yang ditandatangani oleh kakak kandung si ayah. Yang lebih miris lagi panti yang berpenghuni manula-manula yang berbeda keyakinan dengan kakak beradik ini. Bisa dibayangkan di masa perkembangan, hidup di lingkungan berbeda keyakinan, sungguh suatu hal yang membuat hati miris.

 

Bagaimana tidak miris, ada pembiaran-pembiaran tatkala mereka membutuhkan bimbingan. Bimbingan demi kebaikan pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohaninya. Ada satu alasan yang membuat kakak beradik ini betah di panti ini karena mereka dengan leluasa bisa kembali ke rumahnya yang berdekatan dengan panti.

 

Belajar dari keadaan ini muncullah niat tulus dari takmir masjid perumahan tempat tinggal untuk menyelamatkan perkembangan aqidah ketiga yatim piatu ini. Mereka berinisiatif untuk mengasuhnya bersama-sama kebetulan ada bangunan rumah di dekat masjid yang rencananya untuk panti anak yatim. Karena masih dalam rencana maknanya belum ada kesiapan dalam mengasuh ketiganya. Dengan bergantian seperti lazimnya saat bulan puasa mereka membuat jadwal orang-orang yang bertanggung jawab memberi makanan untuk ketiganya.

 

Hingga suatu hari terdengarlah warta ini pada seorang anggota DPRD kabupaten setempat dan berkunjunglah beliau untuk menengok ketiga yatim piatu ini. Rupanya dibalik kunjungan beliau ini ada niat yang luhur untuk menarik dan memasukkan ketiganya ke panti asuhan miliknya. Bukankah ini niat yang terpuji sesuai dengan firman Allah yang artinya  "Mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim , katakanlah "Memperbaiki keadaan mereka adalah baik," (QS Al-Baqarah [2]: 2020)

 

Proses pemindahan dari masjid perumahan tempat tinggalnya menuju panti asuhan tidak semudah yang diperkirakan. Perlu bantuan wali kelasnya guna memberi pemahaman bahwa kehidupan ketiga kakak beradik ini akan lebih baik. Tetapi penolakan yang didapat dari mereka bertiga, terutama si sulung. Hingga pada suatu hari tanggal 21 Februari 2021, takmir masjid dan salah satu kerabat mereka berhasil mengajak mereka pergi untuk makan-makan di restoran dan membelikan baju serta keperluan mereka semua. Hingga saat pulang tiba, mereka diantar langsung ke panti asuhan.

 

Awalnya mereka berontak tidak mau untuk tinggal di panti asuhan anak yatim ini. Hingga perwakilan dari sekolah/wali kelas berkunjung ke panti tersebut. Tidak lupa membawa uang jajan untuk mereka bertiga dari hasil titipan suka rela dari guru-guru SMPN 55 Surabaya. Tidak besar memang jumlah itu tetapi paling tidak bisa meringankan atau bahkan menunjukkan pada si kakak bahwa masih ada yang memperhatikannya.

 

Sungguh sangat menyayat hati kisah sedih yang bertubi tubi yang menimpa kakak beradik ini. Tidak salah jika si kakak masih belum bisa menerima keadaan ini. Masih sulit beradaptasi dengan lingkungan di panti asuhan ini. Masih merengek untuk kembali ke panti wreda di dekat rumahnya. Beda dengan dua adiknya yang sudah mampu beradaptasi, tampak ceria, dan membaur dengan 48 anak penghuni panti ini.

 

Semoga dengan sering bertandangnya wali kelas sebagai perwakilan sekolah bisa menghapus kesedihan yang bertubi tubi di masa pandemi ini, menerima kenyataan dan mendewasakan kakak beradik ini. Hingga suatu saat nanti timbul kesadaran bagi si kakak untuk tetap memilih tinggal di panti asuhan bersama adik-adiknya sebagai rumah tinggal di mana  di dalamnya sudah ada aturan pakem dalam menata hidup jangka panjang bagi mereka. Agar kelak bisa menjalani hidup dan kehidupan dengan benar. Dan bisa menjadi pribadi yang mandiri. Semoga Allah melindungi dan menjadikan kita berempati tinggi dalam berbagi. Aamiin.[]  

 

 

KEBONSARI, 3 FEBRUARI 2021

Komentar

  1. Tulisan yang mengaduk-aduk perasaan (emosi). Terharu.dot.com.

    Semoga Allah memberikan yang terbaik. Aamiin🤲🤲

    BalasHapus
  2. Ujian pandemi ini sangat berat. Tidak sedikit yang kehilangan anggota keluarga secara bersamaan. Semoga Allah mengganti dengan kebaikan lainnya. Amin...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer