Kendaraan-kendaraan Pilihan Bagi Kesombongan

 Oleh: Sri Rahayu

       Sombong menurut KBBI adalah menghargai diri secara berlebihan; congkak; pongah. Ketika saya membaca Al Quran surat Al-A’raf ayat 11-18 beserta maknanya maka dapat ditarik kesimpulan (semoga tidak salah) bahwa asal muasal sifat sombong sesungguhnya dari sifat iblis yang membangkang tidak mau bersujud kepada Nabi Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan Allah. Iblis memandang rendah Nabi adam yang diciptakan dari tanah sementara dia sendiri tercipta dari api. Dari fakta inilah saya mencoba mengupas realita kesombongan yang terjadi pada jaman now.

     Kesombongan sekarang sudah tidak lagi bermuara pada dari bahan apa kita tercipta. Akan tetapi justru pada keberadaan kita di muka bumi sebagai makhluk sesama manusia. Seperti yang pernah diungkapkan Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) seorang tokoh intelektual Muslim Indonesia bahwa kesombongan itu muncul tatkala orang menjadi kaya, berkuasa, pandai, bahkan alim. Perubahan inilah yang menjadi kendaraan-kendaraan perantara melajunya kesombongan pada diri manusia. Apa benar begitu?

                                       Harta termahalku Sumber Gambar: Dokumen Pribadi

     Dari frasa ‘menjadi kaya’ bisa dipahami bahwa orang ini sebelumnya tidak kaya. Karena usaha dengan gigih dalam bekerja mencari nafkah maka Allah memberikan keberkahan hingga tercukupinya kebutuhannya sehari-hari. Bahkan Allah menganugerahkan rasa ketercukupan yang melimpah hingga membuat orang ini menjadi kaya. Keadaan ini memberi peluang untuk memunculkan kesombongan yang tak terkendali jika sifat tawadhu terabaikan. Istilah yang digunakan Cak Nun kesombongan feodal. Kesombongan yang muncul karena kekayaan.

       Berikutnya peluang kesombongan itu muncul ketika seseorang dianugerahi kekuasaan. Kekuasaan dalam suatu jabatan duniawi di satu wilayah tertentu. Keangkuhan yang timbul karena merasa berkuasa yang mengakibatkan tindakan semena-mena dan adigang adigung tanpa kendali. Terlena tanpa pernah berpikir andaikan tak seorang pun yang mau mendukungnya, maka akan jadi apa. Bukankah berkuasa itu bermakna jika ada yang dikuasai?

     Lalu bagaimana dengan kepandaian? Jika seseorang memiliki kemampuan intelektual melebihi orang lain maka dia memiliki kans untuk sombong. Apalagi jika kepandaian itu diikuti dengan rasa sok tahu. Dia merasa tidak ada orang lain yang tahu tentang segala hal kecuali dia. Dengan kata lain dia merasa yang maha tahu. Sementara sebagai makhluk, tak ada yang sempurna, hanya Allah-lah Yang Maha Tahu.

     Dan yang terakhir kesombongan akan menghinggapi juga pada orang alim. Walaupun dia tahu bagaimana hukumnya orang sombong, dia akan terjerumus untuk dialiri kesombongan. Bahkan kesombongan pada diri sendiri. Merasa dirinyalah yang paling khusyuk, yang paling dekat dengan Allah, dan celakanya dia merasa yang berhak masuk surga. Dengan rasa inilah timbul tindakan meremehkan orang lain. Padahal belum tentu orang ini lebih baik dari orang lain karena tergelincir dalam kesombongan. Naudzubillah.

    Nah, akhirnya perlu kiranya untuk selalu waspada dengan apa yang ada pada diri kita masing-masing. Boleh kaya asal tidak sombong. Boleh berkuasa asal tidak adigang adigung. Boleh pandai tetapi tetap waspada pada rasa adiguna. Dan yang terakhir meraih kealiman dengan tetap merendahkan diri di hadapan Allah agar ketawadhuan terjaga senantiasa. Semoga kita terhindar dari kesombongan yang melaju tanpa kita sadari dengan menggunakan kendaraan-kendaraan kekayaan, kekuasaan, kepandaian dan kealiman. Aamiin.[]

Wallohu a'lam bish-shawab

KEBONSARI, 17 APRIL 2021

Komentar

  1. Ulasan yang mengesankan. Mantabs

    BalasHapus
  2. Kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya semakin menyentuh bagi siapa saja yang pernah menyaksikan apalagi yang pernah mengalaminya ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makaten nggih...
      Matur sembah nuwun...
      Pangestunipun...
      Barakallah...

      Hapus

Posting Komentar

Postingan Populer