Pedoman
Merawat Kestabilan Iman: Mencermati Gondelan Sarung Ngintil Yai
Oleh:
Sri Rahayu
Judul:
Gondelan Sarung Ngintil Yai
Penulis: Luthfi Bin Zain Bin
Ali Basyah
Ukuran: 13 x 20 cm
Tebal: 423 (xvi + 407)
Penerbit: Ludfi Ecolistic
Institute
ISBN: 978-623-92894-3-0
Tahun Terbit: 2020
Membaca
adalah salah satu perintah Allah melalui Nabi Muhammad S.A.W. untuk pertama
kalinya. Hal ini jelas tampak pada turunnya wahyu pertama dalam surat Al-‘Alaq
ayat 1 yang artinya “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan” dan ayat 3 “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia”.
Berpijak pada kata bacalah, ditangkap pesan bahwa yang perlu dikerjakan pertama
kali dalam berperikehidupan adalah membaca.
Membaca sebagai kewajiban pertama sebelum perintah-perintah yang lain bagi seorang muslim. Hal ini diiringi kemudian dengan pepatah “membaca adalah jendela dunia”. Dengan membaca kita tahu apa pun yang ada di belahan dunia mana pun saja. Nah, sekarang apa hubungannya dengan buku Gondelan Sarung Ngintil Yai yang ingin saya tulis kali ini?
Sahabat,
ingatkah panjenengan semua, saat ada berita duka atas meninggalnya founder Mualaf Center Indonesia, Steven
Indra Wibowo atau Koh Steven. Pada hari Jumat (14/10/2022) beliau meninggal
usai melaksanakan shalat Isya’. Berita ini viral di medsos sehingga dengan
mudah saya mendapatkannya.
Awalnya
saya tidak mengenal Koh Steven. Tapi karena saya sudah klik beritanya, apa pun
berita tentang kebaikan-kebaikan beliau muncul silih berganti. Begitu juga
statemen yang mengesankan di mata baca saya. Statemen tentang berbagi, tentang
menjalani hidup, tentang hakikat hidup, dan sebagainya. Statemen-statemen yang
ternyata banyak terdapat dalam buku Gondelan Sarung Ngintil Yai.
Gondelan
Sarung Ngintil Yai adalah buku yang menghimpun quote-quote serta
ajaran-ajaran lama yang diterbitkan sejak tahun 2020. Sedangkan pernyataan dan
perilaku Koh Steven terjadi sesudahnya. Sungguh, awalnya saya sangat terpesona oleh
Koh Steven. Kemudian terpesona oleh buku ini ketika saya baca beberapa pekan
yang lalu. Dengan semangat yang tersisa saya mencoba membaca dan membaca.
Membaca salah satu buku yang terdaftar pada kegiatan resolusi literasiku di
tahun 2021 yang tertunda.
Buku Gondelan
Sarung Ngintil Yai terbagi menjadi 3 bagian. Pembagian ini berdasar pada
isi tulisan masing-masing topik. Bagian pertama berisi tentang hikmah, bagian
kedua kaifiyah, dan yang ketiga tentang khazanah. Hampir semua dari
bagian-bagian ini menggunakan bahasa yang lugas dan mudah dipahami. Tidak
bertele-tele. Namun, ada beberapa yang perlu daya pemahaman lebih. Terutama
jika pembahasannya tentang tasawuf.
Pada
bagian pertama, Hikmah, Gus Luthfi menyuguhkan cerita-cerita
dalam 22 topik yang nyata untuk pembaca, agar bisa ditiru dan diteladani. Salah
satu topik diangkat menjadi judul buku ini yaitu Gondelan Sarung Ngintil
Yai (2020, 44). Diharapkan pembaca bisa tetap gondelan sarung agar tak
menyimpang dari tuntunan, dan ngintil yai untuk mengikuti jejak guru atau
mursyid sebagai tujuan utama penulisan buku ini. Pun tak lupa Gus Luthfi selalu
mencantumkan kutipan ayat Al Qur’an, Hadist Nabi,
dan ilmu dari sang guru sebagai rujukan dalam semua topik lengkap dengan catatan
kaki sebagai tanda kebenaran atau kesahihan dari sumber informasinya. Hal ini
ditujukan agar tak ada lagi keraguan sehingga terawat derajat keimanan pembaca.
Menginjak
pada bagian kedua, Kaifiyah, penulis (Gus Luthfi) memaparkan
tentang tips dan amaliah yang dituangkan dalam 37 topik antara lain Jangan
Suka Menunda (2020, 93), Istiqomah Dalam Majelis Ilmu (2020,
102), Wahai Suami Pahalai Istrimu (2020, 162), dan masih banyak
lagi, sebagai tuntunan lengkap dalam kehidupan sehari-hari, yang bisa
dipraktikkan oleh pembacanya. Sungguh sangat terasa penekanan agar melaksanakan
tips dan amaliah ini segera setelah membacanya. Sehingga kestabilan iman
pembaca makin terjaga.
Selanjutnya
bagian ketiga, Khazanah, merupakan bagian penyempurna berupa
nuansa pengetahuan dan kesejukan pada setiap tulisannya. Bagian ini terdiri
dari 40 topik. Penulis menciptakan nuansa dan kesejukan yang alami. Contohnya dalam
topik yang berjudul Barokah Menhjadi Orang Indonesia (2020, 245),
saya bisa mesam-mesem dan bahkan tertawa lepas sendirian karena Gus Luthfi
mengupas kultur orang Indonesia pada umumnya dalam hal makan dan menjaga
kebersihan. Lalu beliau membandingkan dengan orang Eropa dan orang Jepang.
Walhasil dari aktivitas ini adalah ketahanan tubuh orang Indonesia lebih tahan
banting.
Dan
beliau menggambarkan orang Indonesia “Ora tedas papak palune pande”.
Buktinya orang Eropa kena flu banyak yang mati. Sementara orang Indonesia kena
flu sampai ingusnya berwarna hijau tetap dapat tertawa renyah. Orang Jepang
kena bakteri ecoli banyak yang mati. Sementara orang Indonesia kena bakteri
ecoli paling hanya mencret-mencret saja (2020, 246). Dan yang lebih mengerikan
adalah dalam menghadapi virus corona, orang Indonesia tak sedramatis
orang-orang luar negeri. Orang Indonesia percaya dengan Tuhan dan percaya
dengan takdir. Kupasan-kupasan semacam
inilah yang terdapat dalam khazanah. Nuansa dan kesejukan yang menentramkan
hati sehingga kestabilan iman dengan mudah terwujud.
Sahabat,
buku ini pantas panjenengan miliki, karena dengan membaca lalu
mempraktekkannya, hidup akan lebih berarti. Karena menurut Gus Luthfi dan Koh
Steven ‘Hidup itu menunggu mati, bekerja menunggu waktu shalat’. Lalu
tunggu apa lagi? Bukankah kematian itu suatu hal yang pasti. Tetapi kita
tidak tahu kapan pastinya kematian datang. Mari kita rawat kestabilan iman
dengan perpedoman pada Godelan Sarung Ngintil Yai dengan benar.[]
Kebonsari,
Surabaya, 24 Desember 2022
Sri
Rahayu
Bagus Bu, menambah wawasan dan ilmu buat saya, koq sy baru tau ttg koh Steven
BalasHapusInggih...saya juga baru tahu...ternyata beliau founder mualaf center Indonesia...
BalasHapusMatur nuwun...
Baru kali ini saya membaca resensi dengan sapaan "panjenengan". Terkesan seperti obrolan santai dan akrab. Keren Bu.... Apalagi isi bukunya, pasti sangat menarik dan bermanfaat.
BalasHapusMatur nuwun Bu Mien...maaf lama tak menulis...mulai dari nol lagi...
BalasHapusBarakallah Bu Mien...
Masyaallah keren,
BalasHapusMatur nuwun...
BalasHapusResensi yang bagus, sangat membantu pembaca utk memahami awal apa isi buku tsb.
BalasHapusMatur sembah nuwun Master...
BalasHapusBarakallah...
Masya Allah. Menginspirasi dan menuntun. Saya suka semuanya, terutama program "resolusi literasi tahunan" itu. Patut ditiru.
BalasHapus